Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Anemia

 

 

A.   Definisi

Anemia adalah keadaan dimanda rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (HB) sehingga hematokrit (HT)/viskositas darah menjadi encer.

 

Anemia menunjukkan suatu gejala penyakit atau perubahan fungsi tubuh bukan suatu penyakit. Anemia terbagi dalam beberapa jenis yaitu:

 

1.    Ketidakadekuatan pembentukkan sel darah merah (eritropoiesis).

2.    Penghancuran sel darah merah yang berlebihan (hemolisi) atau terlalu cepat.

3.    Kehilangan darah (penyebab yang paling umum) seperti perdarahan atau mensturasi yang berkepanjangan.

4.    Kurangnya nutrisi yaitu definisi vitamin B12 atau vitamin C atau zat besi.

5.    Faktor heriditer (brunner dan suddarth, 2000).

 

B.   Etiologi

Penyebab anemia terjadi sebagai akibat gangguan atau rusaknya meknisme produksi sel darah merah sehingga menurunnya produksi sel darah merah sebagai akibat kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadarertropoetin, misalnya pada gagal ginjal kronik.

 

C.   Gejala

Fungsi sel darah merah adalah sebagai pengangkut oksigen, sedangkan fungsi oksigen adalah metabolism, dengan adanya penurunan jumlah oksigen maka metabolism ikut turun juga, maka gejala yang akan timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membrane mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis) seperti menstruasi berkepanjangan, mungkin hanya timbul sedikit gejala hal ini disebabkan karena pasien telah beradaptasi dengan kondisi kekurangan oksigen, sedangkan pada anemia akut yanag terjadi adalah sebaliknya.

 

Faktor penatalaksanaan yang patut di pertimbangkan untuk pasien anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai kecenderungan ruusaknya mekanisme pertahanan selular. Bahwa anemia salah satu adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpaparnya bahan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagostik atau dalam system retikulo endothelial, terutama dalam hati dan limpa.

 

Sebagia hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuko aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine. Pada ddasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut :

1.    Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan.

2.    Mekanisme kompensasi terhadap anemia.

 

Manifestasi anemia dapat dijelaskan melalui prinsip-prinsip patofisologik, Sebagian besar tanda dan gejala anemia mewakili penyesuaian kardiovaskuler dan ventilasi yang mengkompensasi penurunan massa sel darah merah. Derajat saat gejala-gejala timbul pada pasien anemik tergantung pada beberapa factor pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu yntuk berlangsungnya penyesuaian kompensasi.

Derajat saat gejala-gejala timbul pada pasien annemuk tergantung pada beberapa factor pendukung. Jika anemia timbul dengan cepat, mungkin tidak cukup waktu untuk berlangsungnya penyesuaian kompensasi. Dan pasien akan mengalami gejala yang lebih jelas dari pada jika anemia dengan derajat kesakitan yang sama, yang timbul secara tersamar. Lebih lanjut, keluhan pasien tergantung pada adanya penyakit vaskuler stempat. Misalnya, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau leukeumia serebal sepintas yang tersamar oleh perjalanan anemia.

Penatalaksanaan dari pasien anemia pada prinsipnya melihat dari kasusnya. Pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini :

1.    Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.

2.    Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efesien.

3.    Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah: pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segea diberikan terapi darurat dengan transfuse sel darah merah yang dimampatkan (PRRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebtu. Terapi khas untuk masing-masing anemia terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preperat besi untuk anemia defesiensi besi. Terapi kausal, merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia misalnya anemia dfesiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing-cacing tambang. Terapi ex-juvantivus (empire) terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya dilakukan jika tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat responm maka harus dilakukan evaluasi Kembali.

Untuk menegakkan diagnosis anemia, maka diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan laboratorium hematolgis dilakukan secara bertahap sebagai berikut: Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut.

Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini: kadar hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV, MCV, dan MCHC), apusan darah tepi. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada system leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliiputi Laju Endap Darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.

Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini harus dikerjakan pada Sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis defenitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:

1.    Anemia defiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, dan ferritin serum.

2.    Anemia megaloblastik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb. Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia. Sedangkan pemeriksaan laboratorium no hematologis meliputi faal ginjal, gaal endokrin terutama untuk mmelihat produksi eritropoitin, Asam urat dan faal hati.

 

D.   Asuhan keperawatan

Pengkajian asujan keperawatan menurut doengoes pada pasien dengan anemia meliputi pengkajian, diagnosis dan perencanaan adalah sebagai berikut:

1.    Aktifitas/istirahat

Gejala: keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap Latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda: takikardia/takipnea; diispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukan keletihan.

2.    Sirkulasi

Gejala: Riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat; angina, Cronic Heart Failure (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endocarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).

Tanda: Tekanan darah; peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung; murmur sistolik. Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan membrane mukosa (kongjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kuliit seperti berlilin, pucat atau kuning lemon terang. Skiera: biru atau putih seperti Mutiara. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi). Kuku: mudah patahm berbentuk seperti sendok (koikologikiia) (DB). Rambut; kering, mudah putus, menipis; tumbuh uban secara premature.

3.    Integritas ego

Tanda: keyakin agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan transfuse darah. Gejala; depresi.

4.    Eleminasi

Gejala: Riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urnine. Tanda: distensi abdomen.

5.    Makanan/cairan

Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.

6.    Neurosensori

Gejala: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkosentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/kaki (AP); klaudikasi. Sensasi menjadi dingin.

Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental: tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik: hemoragis retina (aplastic, AP). Epitaksi: perdarahan dari lubang-lubang (aplastic). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg posistif, paralysis.

7.    Nyeri/kenyamanan

Gejala: nyeri abdomen samara: sakit kepala pernapasan.

Gejala: Riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.

Tanda: takipnea, ortopnea, dan dispnea.

8.    Seksualitas

Gejala: perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).

Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda: serviks dan dinding vagina pucat.

 

Interveksi keperawatan meliputi perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosis yang telah ditentukan, Adapun perencanaan menurut Doengoes 1999 adalah sebagai berikut:

1.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

Tujuan: peningkatan perfusi jaringan

1)    Awasi tanda bital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.

2)    Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

3)    Awasi upaya pernapasan: auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.

4)    Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.

5)    Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.

6)    Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboratorium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.

7)    Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

2.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan: dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.

1)    Kaji kemampuan aktivitas harian

2)    Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.

3)    Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

4)    Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.

5)    Gunakan Teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).

3.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

1)    Kaji Riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.

2)    Observasi dan catat masukkan makanan pasien.

3)    Timbang berat badan setiap hari.

4)    Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas iintervensi nutrisi.

5)    Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.

6)    Observasi dan catat kejadian mual/muntahh, flatus dan gejala lain yang berhubungan.

7)    Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

8)    Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.

9)    Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

10) Kolaborasi; pantau hasil pemeriksaan laboratorium.

11) Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi.

4.    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulai dan neurologist.

Tujuan: dapat mempertahankan integritas kulit.

1)    Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi.

2)    Reposisi secara perodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidru.

3)    Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.

4)    Bantu untuk Latihan rentang gerak.

5)    Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, Kasu tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi, (kolaborasi).

5.    Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.

Tujuan: menunjukkan perubahan periilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.

1)    Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.

2)    Auskultasi bunyi usus.

3)    Awasi intake dan output (makan dan cairan).

4)    Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.

5)    Hindari makan yang membentuk gas.

6)    Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.

7)    Kolaborasi ahli gizi untuk diet seimbang dengan tinggi serat dan bulk.

8)    Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi.

9)    Berikan obat atidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropin (Lomotil)

6.    Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adakuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).

Tujuan: infeksi tidak terjadi.

1)    Tingkatkan cuci tangan yang baik; oleh pemberi perawatan dan pasien.

2)    Pertahankan Teknik aseptie ketat pada prosedur/perawatan luka.

3)    Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.

4)    Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, Latihan batuk dan napas dalam.

5)    Tingkatkan masukkan cairan adekuat.

6)    Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.

7)    Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.

8)    Amati eritema/cairan luka.

9)    Amati specimen untuk kultur/sensivitas sesuai indikasi.

10) Berikan antiseptie topical; antibiotic sistemik (kolaborasi).

7.    Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi; tidak mengenal sumber informasi.

1)    Berikan informasi tentang anemia spesifik.

2)    Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.

3)    Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.

4)    Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

5)    Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

6)    Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.

7)    Minta klien dan keluarga mengulangi Kembali tentang materi yanag telah diberikan.

Setelah Menyusun rencan keperawatan, maka Langkah berikutnya adalah penerapan atau implementasi. Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (Tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana Tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, Teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur Tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Langkah berikutnya adalah membuat evaluasi.

Evaluasi merupakan Langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tu8juan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahamai respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan Tindakan keperawatan pada kriteria hasil.

ads
Powered by Blogger.