Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan (katarak)

 

 


 


AA. Definisi

Katarak adalah kekeruhan pada lensan tanpa disertai rasa nyeri yang berangsur-angsur penglihatan menjadi kabur dan akhirnya tidak dapat melihat oleh karena mata tidak dapat meneruskan cahay  kedalam lensa mata. Katarak komplikata, katarak toksika, katarak yang berhubungan dengan penyakit sestemik, katarak traumatic, katarak kongenital. Masing-masing klasifikasi akan dijelaskan bahwa:

1.  katarak senilis terbagi dalam 4 stadiumm yaitu;

1) insipen

kekeruhan lensa sangat tipis terutama di bagian peifer kortek. Biasanya tidak menimbulkan gangguan penglihatan dan visus biasanya masih 6/6.

2) Katarak imatur

Kekeruhan terutama terjadi di bagian posterior uji bayangan masih positif. Visus 3/60 – 6/30.

3) Katarak matur kekeruhan lensa sudah menyeluruh dan uji bayangan sudah negatif. Tajam penglihatan bervariasi antara 1/300 – seper tak terhingga.

4) Katarak hipermatur

Terjadi pengerutan kapsul lensa, kortek lensa mencair dan nucleus bergerak ke bawah disebut juga katarak Morgagni.

2.  Katarak komplikata

Katarak yang berkembang sebagai efek langsung dari adanya penyakit intraokuler sesuai fisiologi lensa. Misal: uveitis anterior kronis, gloukoma kongesti akut.

1.Katarak toksika:

Jarang terjadi, biasanya karena obat steroid, klorpromazin, preparat emas.

4. 2. Katarang yang bergubungan penyakit sistermik:

Bisa menyertai kelainan sistemik DM, sindroma hipokalsemi.

5.3. Katarak traumatic:

Katarak akibat trauma, paling sering adanya korpus alienum yanag menyebabkan lesi atau injury pada lensa atau oleh trauma tumpul pada bola mta.

6. 4. Katarak kongenital:

Kekeruhan lensa yang terjadi sejak lahir atau segera setelah lahir.

 

BB. Etiologi

Katarak disebabkan oleh proses degenerasi, gangguan metaboluk, radiasi, pengaruh zat kimia, infeksi dan penyakit mata lain. Penyebab umumnya adalah karena proses penuaan katarak senillis, sedangkan katarak kongenital, merupakan salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus prenatal seperti pada german measless. Penyebab yang lain bisa meliputi trauma, infeksi pada traktur uvea, penyakit sistemik seperti DM dan pemaparan berlebihan dengan sinar ultraviolet. Berdasarkan prosesnya/patofisiologinya, katarak dapat terjadi bahawa lensa normalnya adalah bening/transparan agar cahay dapat masuk kedalam mata.

 

Perubahan biokimia karena proses penuaan dapat terjadi pada lensa, sehingga menyebabkan perubahan pada susunan anatomi maupun fisiologinya disamping itu, penyebab lain adalh karena trauma dapat menyebabkan perubahan pada serabut-serabut yang menyebabkan lensa menjadi keruh, kemudian menghalangi jalanya cahaya yanag masuk kedalam retina. Katarak matur merupakan perkembangan dari berbagai katarak pada kapsul lensa. Dewasa ini katarak dapat di hilangkan melalui Tindakan operasi. Bagaimanapun derajat penurunan tajam penglihatan akan mengganggu aktifitas sehari-hari. Katarak dapat berkembang [ada kedua mata, sebagaimana pada katarak senillis, hanya saja rentangnya yang berbeda.

 

CC.  Gejala

Setelah kita mengetahui patafisiologi dari katarak, maka tanda dan gejala yang akan muncul adalah:

Tanda: lensa keruh, penglihatan kabur secara berangsur-angsur tanpa rasa sakit, pupil berwarna pytih, miopisasi pada katarak intumessen, sedangkan gejalanya adalah: merasa silau terhadap cahaya matahari, penglihatan kabur secara berangsur-angsur tanpa rasa sakit, penglihatan diplopia monokuler (double), persepsi warna berubah, perubahan kebiasaan hidup.

 

Factor risiko untuk terjadinya katarak antara lain : pasien diabetur millitus, perokok, peningkatan asam urat, hipertensi, defisiensi anti oksidan, miopi yang tinggi, ibu hamil yang mengidap penyakit rubella, orang dewasa yanag berusia 60 tahun keatas.

 

Diagnose katarak dapat ditegakkga melalui pemeriksaan yaitu:

1.  Kartu Snellen: untuk memeriksa tajam penglihatan.

2.  Lampu senter: untuk memeriksa pupil. Reflek pupil masih normal, tampak kekeruhan pada lensa, terutan bila pupil dilebarkan. Proyeksi sinar dan warna pada katarak matur diperiksa untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.

3.  Oftalmoskopi: pupil hendaknya dilebarkan dulu. Pada katarak insipient dan matur tampak kekeruhan, sedang pada katarak matur hanya tampak warna kehitaman.

4.  Slit lamp: untuk mengetahui posisi dan tebal kekeruhan.

 

Pemeriksaan penunjang atau diagnostic meliputi: pemeriksaan USG mata dan pemeriksaan biometri kalua penyakit katarak tidak di rawat, maka dimungkinkan akan terjadi komplikasi, antara lain: glaucoma, hyphema dan infeksi maka untuk menghindari darii komplikasi maka katarak perlu dilakukan penatalaksanaan yang meliputi non bedah dan bedah. Penatalaksanaan non bedah adalah penatalaksanaan dengan menggunakan obat-obatan midriasil antara lain disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C, Vit. B2, Vit A, dan Vit. E. selain itu, untuk mengurangi panjanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari. Sedangkan penatalaksanaan bedahh dilakukan bila tajam penglihatan sudah mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak senillis sudah matur.

 

Ada dua macam Teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak yaitu:

1.  Ekstraksi katarak ekstrakapsuler

Merupakan Teknik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul anterior, menekan keluar nucleus lentis, dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstrasi ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel yang kecil yang kemudian di aspirasi melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinus.

2.  Ekstraksi katarak intrakapsuler

Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan lensa diangkat dengan cryoprobe, yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe…. Lensa kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan. Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa Kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata.

 

Koreksi optika yang dapat dilakukan diantaranya:

1) Kaca mata apical: kaca mat aini mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran 25% - 30% menyebabkan penurunan dan distrosrsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial, membuat benda-benda Nampak jauh lebih dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung. Memerlukan waktu penyesuaian yang lama sampai pasien dapat mengkoordinasikan Gerakan, memperkirakan jarak, dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.

2) Lensa kontak : lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa ini memberikan rehabilitasi visual uang hamper sempurna bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan dan merawat lensa kontak. Namun bagi lensia, perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena kebanyakan lansia mengalami kemunduran ketrampilan, sehingga pasien memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.

3) Implant lensa intraokuler (IOL): lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata.

 

DD.Asuhan keperawatan

Pengkajian pasien dengan katarak meliputi: identitas dan keterangan lain, pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangkan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenile terjadi pada usia sesudah 30-40 tahunn, dan pasien dengan katarak senillis terjadi pada usia > 40 tahun. Riwayat penyakit sekarang merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan. Riwayat penyakit dahulu: adanya Riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti Diabetes Millitus.

 

Pengkajian berdasarkan aktivitas sehari-hari antara lain:

1.  Aktifitas istirahat: gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

2.  Neurosensori: gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/Pelangi di sekitar sinar, perubahan kacat mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata).

3.  Nyeri/kenyamanan : gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan atau mata berair. Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau tekanan pada/sekitar mata, dan sakit kepala.

 

Setelah tersusun diagnose keperawatan, maka Langkah berikutnya adalah membuat intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnose keperwatan yang meliputi:

1.  Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/status organ indera.

Dengan tujuan: meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.

Intervensi meliputi: tentukan ketajaman penglihatan, kemudian catat apakah satu atau dua mata terlibat, observasi tanda-tanda disorentasi, orientasikan pasien terhadap lingkungan, pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh, penglihatan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, diaman dapat terjadi bila menggunakan tetes mata. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak, letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam janggkuan/posisi yang tidak dioperasi.

2.  Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori peglihatan kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan, intraokuler.

Tujuan: menyatakan pemahaman terhadap factor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.

Intervensi: diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi pasca operasi, nyeri, pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata. Beri pasien posisi bersandarm kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok. Ambulasi dengan bantuan: berikan kamar mandi khusus bila  sembuh dari anestesi. Minta pasien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba, selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Obeservasi hifema dengan senter sesuai indikasi.

3.  Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang terpajang/mengingat, keterbatasn kognitif.

Tujuan: pasien menunjukkan pemahaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.

Intervensi: pantau informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, lensa. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan berawan. Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, missal: nyeri tiba-tiba. Informasikan klien unntuk menghindari tetes mata yang dijual bebas. Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis pasien. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejam saaat defekasi, membongkok pada panggul, dll. Anjurkan pasien tidur terlentang.

4.  Anseitas berhubungan dengan prosedur penatalaksanaan/Tindakan pembedahan.

Tujuan: pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya. Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi. Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan.

Intevensi: pantau tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda-tanda verbal dan nonverbal. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien. Beri penjelasan pasien tentang Tindakan operasi, harapan dan akibatnya. Beri penjelasan dan supor pada pasien pada setiap melakukan prosedur Tindakan. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan derajat kecemasan akan dipengaruhi peralatan yang akan digunakan. Bagaimana informasi tentang prosedur penatalaksanaan diterima oleh individu.

5.  Nyeri berhubungan dengan trauma insisi.

Tujuan: pengurangan nyeri.

Intervensi: berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO (Tekanan Intra Okuler) sesuai dengan resep. Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul. Kurangi tingkat pencahayaan. Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya yang kuat. Pemakaian sesuai dengan resep akan mengurangi nyeri dan Tio dan meningkatkan rasa.

6.  Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

Tujuan: mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Intervensi: beri instruksi kepda pasien atau orang terdekat mengenal tanda atau gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter. Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenal Teknik yang benar memberikan obat. Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan. Ajari pasien dan keluarga teknnik panduan penglihatan. Penemuan dan penangan awal komplikasi dapat mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut.

7.  Risiki tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur Tindakan invasive insisi jaringan tubuh. Tujuan tidak terjadi penyebaran infeksi selama Tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan Teknik antiseptic dan desinfeksi secara tepat dan benar.

Intevensi: ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan bebas dari kontaminasi dunia luar. Jaga area kesterilan luka operasi. Lakukan Teknik aseptic dan desinfeksi secara tepat dalam mewata luka. Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika prfilaksis. Langkah yang terakhir dalam mempelajari asuhan keperawatan pada pasien katarak adalah evaluasi, dimana evaluasi merupakan sehubungan dengan keluhan, pemeriksaan fisik. Intervensi dikatakn efektif bila tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dalam evaluasi, perawat melakukan pengkajian ulang tentang keluhan kemampuan dalam melihat, nyeri dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan terapi yang diberikan pada pasien serta perilaku pasien setelah melakukan implementasi dari intervensi. Evaluasi menggunakan observasi, mengukur dan wawancara dengan pasien.

ads
Powered by Blogger.